Cerita Operasi Menik

“Menik, ibu boleh ceritain tentang operasi Menik di Instagram ibu?”

“Boleh, Bu!”

**Akhirnya, sih, cerita di blog, karena ternyata nggak cukup tempatnya kalo di caption aja hahaha.

Sesuai janji, ini dia cerita tentang hari paling menyeramkan selama 8 tahun jadi ibu. Ya bayangin aja, anak saya satu-satunya akan dibuat tidak sadar dan dibedah. KALO NGGAK BANGUN LAGI GIMANA, SAYANG? 

Iya, separno itu. 

Berawal dari menemukan bisul di ketiak kanan Menik di pertengahan tahun 2019. Dengan treatment kompres, kasih salep, lalu akhinya kempis. Eh, tiba-tiba muncul lagi sekitar bulan Desember, dan atas rekomendasi dokter Hedy, dibawalah si Menik ke dokter bedah anak di RS langganan. Namun, sama dokternya nggak disarankan insisi karena hanya akan menyebabkan trauma. Jadi dirawat aja di rumah, dengan betadine dan lainnya. Dan memang (terlihat) sembuh setelah pecah. 

Tapi di akhir Januari 2020, muncul lagi, dong! Dan cepat sekali membesarnya, lalu pecah. Akhirnya dibawa ke IGD sebuah Rumah Sakit, dan akhirnya dikonsul ke dokter bedah anak. Lumayan kaget karena harus konsultasi ke dokter bedah dulu, kirain bakalan langsung diinsisi aja di IGD 😂 makloomm, dulu pas saya kecil ada kejadian mirip-mirip, dibawa ke RS tentara, langsung dibelek saat itu juga, si rasa sakitnya nempel sampai sekarang 😝

Nah, pas udah ketemu dokter bedah anak, akhirnya disarankan untuk dibersihkan, namun dibius total. 

IYA, BIUS TOTAL. Alasan dokternya, usia dan karakter Menik nggak cocok dengan bius lokal, kalau nggak sengaja kena jaringan yang nggak kebius, bakal sakit, anaknya goyang, dan panjang urusannya. 

But actually, “I got the feeling” gituuu. Rasanya ini bukan sekadar bisul biasa, yatapi kan di sini bukan dokter, jadi saya percayakan pada diagnosa dokter bedahnya Menik yang baik hati. 

Long story short, tiba di hari bedahnya. Menik masih sekolah sebelumnya, tapi sudah puasa, sore ke rumah sakit, prep dikit di IGD, lalu naik ke ruang operasi.

Memang jadi ibu itu artinya naik kelas ke level artis Hollywood, ya. Acting di depan anak sambil menenangkan, ajakin baca majalah, ngobrol, seolah-seolah everything’s going to be just fine, dan biasa aja cerita, padahal dada bergemuruh, jantung rasanya udah turun ke dengkul. 

“Bu, nanti boleh nemenin Menik sampe beres dibius, ya. Sesudahnya silakan tunggu di luar, dan akan dipanggil saat sudah selesai.”

Dan pas liat Menik udah dibius, hati saya beneran mencelos. Kembali ke pertanyaan di atas, “Kalau nggak bangun lagi, gimanaaa?”

Rapalan ayat mulai terangkai di dalam hati, sambil menghitung waktu yang katanya operasi kecil ini hanya akan memakan waktu 15 menit.

15 menit yang rasanya kayak 15 jam berlalu, nggak ada tanda dipanggil dari dalam. Doa yang tadinya masih bernada positif, mulai ganti jadi “Ya Allah, saya aja yang diambil, jangan Menik” -sungguh, nggak main-main perasaan acak dalam hati. 

37 Menit kemudian, yes, I did count it, akhirnya terdengar “Orang tua Anak Galuh”, nggak pakai lama, langsung berdiri, pamit sama Eycan, Kungpang, dan adek, lalu langsung masuk ke ruangan lagi.

Pedih nggak lihat muka begini?

Ini udah sadar, sih, pas saya masuk sebetulnya masih tidur. Susternya minta tolong saya untuk mulai bangunin Menik perlahan. Dan kalau anaknya mual, disuruh lapor.

Terus nggak lama dokternya masuk, dan mulailah menjelaskan kenapa operasi kecil yang katanya nggak sampai 15 menit itu, jadi berlangsung lebih panjang.

Awalnya, dokter bilang, tindakannya adalah membuka si bisul, lalu menyedot cairannya, kemudian ditutup. Tapi ternyata, pas udah dibuka, ditemukan si kista, sehingga tindakan penyedotan diganti jadi pengangkatan. Jahitan yang tadinya dikira hanya ada 2, berganti jadi 5. Lalu jaringan yang diangkat ini akan dibiopsi, -ini sudah dan tidak ditemukan sifat kanker di dalamnya. ALHAMDULILLAH.

Begitu ceritanya, gaes! Yang lucu dari kejadian ini, semua terjadi setiap saya mau dinas ke luar kota. ‘Kan asem banget, ya! Pertama kali pecah bisul, besoknya jadwal saya ke Yogja. Pas mau operasi, jadwalnya 3 hari sebelum saya harus ke Medan. Sungguh sebuah cobaan, hehehee.. emang ada-ada aja, ya kan!

Anyway, sebuah bonus, luka Menik nggak langsung nutup karena jaringan yang diangkat cukup dalam. Jadi dari waktu perkiraan seminggu, molor jadi sebulan, lengkap dengan peralatan ganti perban yang cukup complicated :)) Alhamdulillah, ada Eycan yang bantu kontrol kebersihan luka, jadi akhirnya, di minggu ke-4, luka dinyatakan sembuh, jahitan kering dan bisa dicabut. The end.

Udah, ya, Nik! Semoga nggak ada lagi operasi-operasi lagi. Dan semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat, ya 😀

3 thoughts on “Cerita Operasi Menik

Leave a comment